Saturday 14 July 2012

Cerita rakayat Nusantara : ASAL MULA UPACARA KASADA



Dahulu hiduplah satu keluarga yang tenteram. Suami isteri tersebut bernama Ki Seger dan Nyai Anteng. Mereka berdua suami isteri yang hidup rukun. Tidak pernah terlintas kemurungan maupun kesedihan dalam wajahnya. Sungguh mereka merasakan nikmat kebutuhan hidup mereka. Keadaan alam sekitar tempat tinggal suami isteri tersebut sangatlah menyenangkan.

Udaru bersih, tanah subur, air sungai mengalir dengan bersihnya. Memang suasana alam pun ikut membantu kedamaian hidup suami isteri. Hari-hari telah dilaluinya dengan cepat. Usia pun merambat dengan cePat Kebahagiaan dan kedamaian telah dilaluinya Barulah mereka tersentak dan sadar bahwa mereka pun merasakan kesepian tanpa kehadiran anak sampai usia senja.

Keinginan mempunyai anak semakin besar. Mereka menempuh jalan dengan cara bersemadi agar mendapatkan anak. setiap hari mereka berdoa di kaki gunung Bromo. Karena
doa dan tapa tiada henti setiap hari. akhirnya ,mereka pun dikabulkan oleh Dewa Brahma.

pada saat bertapa., Nyai Anteng mendengar suara bahwa kelak ia akan melahirkan dua puluh lima orang anak, asal anak pertama harus dikorbankan.

Saat itu NyaiAnteng menyatakan kesediannya. Yang penting segera di karuniai anak waktu berjalan terus. Apa yang didengar waktu bersemadi menjadi kenyataan. Nyai Anteng
hamil. Mereka berdua merasa senang dan bahagia, karena anak yang didambakan akhirnya akan datang juga.

Setelah genap bulannya, nyai Anteng melahirkan seorang anak laki-laki. Anak tersebut diberi nama Kusuma. Bayi tersebut tumbuh dengan cepatnya. Badannya sehat, dan lagi wajahnya sangat tampan. Mereka memelihara anak dengan penuh kasih sayang. Anak Nyai Anteng pun genaplah berjumlah 25 orang anak mereka hidup dengan penuh kegembiraan dan ketenteraman. Sampai-sampai NyaiAnteng dan Ki Seger lupa  akan janjinya.

Meski lama tenggang waktunya, namun janji tetaplah janji. . pada saatnya akan ditagih juga. Gunung Bromo mulai memberi tanda-tanda peringatan. suara gunung Bromo gemuruh asap berkepul-kepul. Nyai Anteng dan Kyai seger pun teringatakan Janjinya.

Perasaan sedih dan sesal meresahkan hati mereka. Bagaimana mungkin mereka akan tega melemparkan anak kesayangannya kekawah gunung Bromo. Mereka berdua berusaha menghilangkan perasaan sedih. Seandainya dapat diganti persembahan kepada dewa di gunung bromo bukan menghendaki anaknya melainkan dirinya. Hal itu tak Mungkin terjadi. Dewa menghendaki anaknya yang sulung, bukan dirinya yang sudah tua.

Dari hari ke hari Nyai Anteng semakin menderita tekanan batin, karena harus menyerahkan anak sulung yang paling tampan dan paling disayang.  sementara gunung bromo semakin bereaksi terus. Letusan-retusan muiai terjadi, lelehan lahar pun dengan derasnya. saat itu pun Nyai Anteng bermimpi bahwa Dewa Brahma menagih janji : Bila tidak ditepati, kedua puluh lima anaknya sekaligus akan diminta secara paksa.

Selesai mendengar ucapan Dewa Brahma, terbangun Nyai Anteng dari tidurnya. la tidak dapat berbicara, ia hanya menangis, terus, teringat akan mimpinya.

Kusuma-"anak sulung, sudah menginjak dewasa. la melihat ibunya sedih terus setiap hari. Maka bertanyalah Kusuma kepada ibunya, mengapa ibu nampak sedih? apakah boleh saya mengetahui Sebab musababnya, Bu?"

Jawab Nyai Anteng. "Anakku, Kusuma! ibumu hairus mengorbankan engkau di kawah gunung Brorno. lbumu tidak : sampai hati untuk melernparkan dirimu, Nak! Apabila tidak, semua saudaramu dan engkau akan diambil secara paksa oleh Dewa Brahma.

Mendengar kata-kata ibunya, Kusuma tertegun diam seribu bahasa . Hatinya sedih. Namun kemudian ia berkata."sudahlah, bu! Hilangkan perasaan hati ibu. Saya bersedia menjadi korban demi ayah ibu, adik-adik serta keselamatan orang-orang Tengger pada umumnya. Saya rela menjadi korban,Bu!

Begitu terharu mendengar kata-kata anaknya hingga sang ayah dan ibunya jatuh pingsan. Pada hari yang telah ditentukan, dibawalah Kusuma ke kawah gunung Bromo. la diserahkan sebagai korban. Kemudian ia dilemparkan ke kawah gunung Bromo dengan disaksikan oleh orang-orang di sekitar kaki gunung Bromo.

Kurban Kusuma oleh NyaiAnteng dan Ki Seger diterima oleh Dewa. Sejak peristiwa itu gunung Bromo tidak lagi terdengar suara gemuruh. Jadilah gunung Bromo tenteram, tenang kembali seperti semula. Petani mulai mengerjakan sawah dengan tenteram dan aman. Demikian juga Nyai Anteng dan Ki Seger serta kedua puluh empat anaknya hidup dengan tenang. Sampai kini masyarakat Tengger mengadakan upacara korban di bawah gunung Bromo untuk menghormati roh Kusuma. Namun yang dijadikan korban bukan lagi manusia melainkan berupa sesaji kepala kerbau dan hasil panen lainnya.