Pada suatu hari, ibu
saya sedang berpergian bersama tante saya dengan menggunakan mobil. Saat itu
mereka berdua melintasi perempatan jalan di wilayah Jakarta Timur, mereka
terhenti karena lampu merah di tambah dengan kondisi jalan sedang macet total
hingga mengakibatkan pengguna kendaraan bermotor selalu menekan klaksonnya.
Lampu merah
pun berganti menjadi lampu hijau, seluruh pengguna jalan menekan klakson
kendaraannya agar kendaraan yang terdepan bisa melajukan kendaraannya dengan
cepat dan mereka semuapun terbebas dari lampu merah, termasuk ibu dan tante
saya. Namun suasana macet dan banyaknya volume kendaraan pada saat itu membuat
ibu dan tante saya tertinggal, lampu hijau pun berubah menjadi lampu merah
kembali. Karena ada keperluan yang penting, merekapun ‘menerobos’ lampu merah.
Tak terduga, disebrang jalan terdapat polisi yang sedang memantau jalan.
Merekapun diberhentikan oleh polisi tersebut, dalam kata lain, mereka ‘ditilang’.
Tante saya
yang kebetulan memegang kemudi membuka kaca mobilnya lalu polisi tersebut
menanyakan mengapa mereka berdua melanggar peraturan, tante sayapun menjawab
“Kami sedang terburu-buru, pak” karena polisi tersebut kurang puas dengan
jawaban tante saya, iapun terus menanyakan hal yang sama. Karena tak ingin
berdebat lagi, tante saya memberikan uang sebesar Rp. 20.000. Polisi tersebut mengangguk
dan menerima uang tersebut. Lalu polisi itu tersenyum mempersilakan ibu dan
tante saya kembali menuju jalan.
Merekapun
terbebas dari penilangan tersebut. Lalu mereka mendapatkan
suatu kesimpulan, “Kalau polisi tiba-tiba datang terus
melakukan razia atau penilangan, itu tanda kalau mereka butuh
uang.”
No comments:
Post a Comment