A. Peninggalan Wangsa Sailendra pada masa Mataram Kuno
Jawa Tengah
Pada masa Wangsa Sailendra banyak ditemukan peninggalan-peninggalan pada
masa itu. Peninggalan tersebut misalnya prasasti, arca, candi dan banyak yang
lainnya. Peninggalan Candi contohnya, candi Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu,
Candi Lumbung, Candi Bubrah, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi
Plaosan Lor, Candi Ngawen, Candi Sudjiwan dan Ratu Balaka.
Candi Kalasan
Candi Kalasan merupakan peninggalan dari Wangsa Sailendra yang terletak 50
meter di sebelah selatan Jalan Yogyakarta-Solo, tepatnya di Kalibening, Desa
Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi Kalasan
dibangun untuk Dewi Tara. “”candi ini sekarang kosong. Tetapi menilik
singgasana serta biliknya maka arca Tara yang dahulu bertakhta di sini tentu
besar sekali, dan sangat mungkin terbuat dari perunggu” (Soekmono, 1988: 43).
Arca tersebut diperkirakan terbuat dari perunggu karena jika terbuat dari batu,
tidak mungkin semudah itu arca yang sebasar itu hilang begitu saja. Menurut
Prijohutomo (1953: 78) menyimpulkan “Dewi Tara adalah seorang Bodhisattwa
perempuan di dalam agama Buddha Mahayana”.
Pada awalnya pada Candi Kalasan hanya ditemukan bangunan tersebut, tetapi
setelah ada penelitian dan digali lebih dalam maka ditemukan banyak
bangunan-bangunan pendukung dari candi Kalasan yang ada di sekitar wilayah
tersebut. Menurut Prijohutomo (1953: 78) menyimpulkan “Candi Kalasan indah
sekali pahatan hiasannya. Banaspati yang terdapat di atas pintu candi itu
sendiri dari ikal-ikal dan daun-daunan, di atas terdapat hiasan yang mirip
puncak atap candi, dengan dua orang widyadara terbang di dekatnya”. Tubuh Candi
Kalasan berbentuk bujur sangkar dengan beberapa penampilan yang menjorok keluar
di tengah sisinya.
Candi yang ada pada sekarang bukanlah bentuk Candi Kalasan yang asli,
karena bagian dari candi tersebut terdapat bagian candi yang lebih tua dari
bagian yang lainnya. Hal tersebut juga adalah dampak dari proses par
emboitement yaitu usaha untuk memperbaiki dan memperindah candi.
Candi Sari
Candi Sari merupakan candi yang beraliran Buddha, candi berada tidak jauh
dari Candi Kalasan, yaitu di sebelah timur laut tepatnya ada di Dusun Bendan,
Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. “Candi Sari
itu suatu bangunan yang berloteng. Bagian bawahnya terdiri dari tiga kamar,
yang dindingnya mempunyai relung untuk arca-arca Dewa yang kini telah hilang.
Menurut suatu pendapat, loteng itu tempat diam para bhiksu. Tetapi dari pihak
lain ada suatu kebenaran ialah diam di atas arca Dewa itu tidak tidak sopan.
Jadi loteng itu mugkin suatu perpustakaan atau tempat penyimpan benda-benda
yang suci” (Prijohutomo, 1953: 78).
Candi Sari memiliki keterkaitan antara Candi Kalasan, hal tersebut dapat
dibuktikan bahwa dua candi tersebut di dirikan pada abad yang sama yaitu pada
abad ke-8 M. “Dinding luar pahatan-pahatan Widyadari yang berdiri dalam sikap
yang menarik. Langgamnya masih berdasarkan langgam Gupta, yang di India berkembang
di Mathura, Elloradan Ajanta” (Prijohutomo, 1953: 78-79).
Candi Sewu
Candi Sewu merupakan candi Buddha berdiri pada abad ke-8 Masehi di akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran
merupakan raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno. Candi ini hanya berjarak delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan
komplek candi Buddha yang terbesar kedua setelah Candi
Borobudur di Jawa
Tengah. Usia Candi Sewu itu lebih tua dari pada Candi Prambanan. Meskipun di
aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat sekitar candi tersebut diberi nama
Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam bahasa Jawa.
“menurut Dr. de Casparis, prasasti plaosan yang banyak menyebut arca Buddha
dan menyinggung cikal bakal Dinasti Sailendra, mungkin sekali berasal dari
Candi Sewu. memang candi Sewu itu penuh dengan Arca. Pada cadi induk saja yang
mempunyai bagan yang lebih luas susunannya dari pada Kalasan. Terdapat 50 buah
arca Buddha, terhitung yang terdapat di bilik induk dan di dalam bilik-bilik
yang mengelilinginya. Ditambah 250 buah dari candi-candi kecil, menjadi 300
buah” (Prijohutomo, 1953: 79). Dalam bentuk candi yang begitu luas, tidak
mungkin didirikan oleh seorang raja saja, para bangsawan juga turut dalam
pembangunan candi tersebut.
Candi Lumbung dan Candi Bubrah
Candi Lumbung juga merupakan candi Buddha yang terletak di dalam kompleks Candi
Prambanan, sekitar 300 meter ke utara dari Candi Prambanan,
yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan,
candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini disebut Candi Lumbung oleh Masyarakat karena candi tersebut
mirip dengan Lumbung padi. Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan
“Kompleks Candi ini terdiri dari sebuah candi Induk yang dikelilingi 16 candi
kecil dalam suatu segi empat”.
Candi Bubrah “merupakan satu-satunya candi yang terletak di depan Gapura”
(Prijohutomo, 1953: 80). Candi ini disebut Bubrah karena saat ditemukannya,
candi ini dalam keadaan rusak. Bubrah dalam bahasa Jawa adalah Rusak. Candi
Bubrah berukuran 12 m x 12 m, terbuat dari batu andesit, dan sisa reruntuhan
candi hanya setinggi sekitar 2 meter saja. Candi sama dengan Candi Lumbung
yaitu juga termasuk candi Buddha, berdirinya juga pada abad ke-9 pada masa
Kerajaan Mataram Kuno.
Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon
Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan “Ketiga candi ini mempunyai
hubungan satu sama lainnya dan terletak pada suatu garis yang lurus. Mendut dan
Pawon merupakan voontempels Candi Borobudur”. Candi Pawon berada pada 1,5 km ke
arah barat dari Candi Mendut dan ke arah timur dari Candi Borobudur, Candi
Pawon juga merupakan sebuah candi Budha. Relief yang ada pada candi di Pawon
merupakan permulaan dari relief dari Candi Borobudur.
Candi ini berada di atas teras dan tangga yang agak lebar. Semua
bagian-bagiannya dihiasi dengan stupa. “menurut Dr. de Casparis tadinya
terdapat arca Bodhisatwa Wajrapani, sedangkan menurut seorang sarjana lain
terdapat Kuwera, Dewa Kekayaan” (Prijohutomo, 1953: 80).
Candi Mendut merupakan sebuah candi berlatar belakang agamaBuddha sama dengan candi yang sebelumnya. Candi ini terletak di desaMendut, kecamatan Mungkid, Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur. Candi Mendut terletak 3 km ke arah timur dari Candi Borobudur, berdiri
pada tahun 824 Masehi oleh Raja Indera dari wangsa Syailendra. Menurut
Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan “Di Mendut terdapat arca Cakyamuni yaitu
Buddha sendiri yang diapit kedua Bodhisatwanya Awolokitecwara dan Wajrapani.
Ketiga arca ini termasuk hasil yang terindah dari kesenian Sailendra. Disini
nampak wajah dan tubuh yang diidealiseer cantiknya dan proporsinya, yaitu
perbandingan ukuran badan dapat dikatakan sempurna. Suatu tandingan bagi arca
Buddha ini terdapat di Candi Banon, ialah arca Siwa, Wishnu, Brahma, dan
Siwauru”.
Pada saat akan memasuki bilik depan, tetapi sebelum masuk ke dalam bilik
dalam, Menurut Prijohutomo (1953: 81) menyimpulkan “dinding kiri terpahat
sebagai relief Haritini seorang Dewi dengan anak-anaknya
sebagai pelambang kesuburan dan di sebelah kanan suaminya, Dewa Kekayaan. Kini
kedua wujud yan menunjukkan ke arah kesuburan itu masih dikenal orang di Bali
dengan nama pan dan Men Brajut”.
Candi Borobudur adalah candi yang sangat terkenal di dunia. Candi Borobudur
merupakan kompleks candi terbesar yang ada di Dunia. Candi Borobudur
merupakan candi Buddha yang terletak di Borobudur,Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Candi Borobudur terdapat 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar
tahun 800-an
Masehi pada masa pemerintahan WangsaSyailendra.
Pada candi ini kaya akan seni arca dan pahat. “Bila di Menduk Sakyamuni itu
nampak, maka di Candi Borobudur kehidupan Buddha ini dipahatkan dalam bentuk
cerita yang bernama Lalitawistar. Tetapi yang dipahatkan pada
dinding candi Borobudur tersebut bukan saja mengenai kehidupan Buddha dalam
penjelmaannya yang historis, tetapi juga dalam penjelmaan sebelumnya sebagai
manusia atau hewan, cerita demikian biasa dinamakan Jataka dan Awadana,
termasuk juga Jatakamala” (Prijohutomo, 1953: 81).
Candi Borobudur merupakan gambaran dari alam semesta. Menurut Prijohutomo
(1953: 81) menyimpulkan “Borobudur dapat dianggap sebagai mahkota di atas
pekerjaan Dinasti Sailendra, karena stupa ini bukan hanya indah karena
relief-reliefnya yang kalau disambungkan ada beberapa kilometer panjangnya,
tetapi juga karena banyaknya pahatan arca Buddha, dalam sikap duduk”. Di dalam
Candi Borobudur itu sendiri tidak ada satupun Buddha sendiri yang nampak
sebagai arca, melainkan hanya di dalam Lalitawistara saja,
sedangkan arca-arca yang lain seperti Dhyanibuddha dan Manusibuddha nampak, dan
semua arca itu dibagi menurut sistemnya.
Candi Borobudur memiliki suatu sistem yang membaginya, sistem tersebut
yaitu. Pertama, Kamadatu menurut Prijohutomo (1953: 82)
menyimpulkan “Kamadhatu, yang terdapat di bagian yang paling
bawah yang terbawah yang kini tertutup oleh dinding sehingga relief-reliefnya
tidak nampak Terdapat lukisan-lukisan pahat tentang cerita-cerita mengenai
hubungan antara sebab dan akibat. Rangkaian ini namanya Kharmawibhanga.
Misalnya kalau orang membunuh hewan, ia sendiri akan dilahirkan sebagai hewan
di dalam penghidupan yang akan datang. Nampak juga adegan-adegan di neraka,
orang jahat direbus di dalam sebuah panci. Disini orang masih terikat pada kama
(nafsu)”. Karena dari pembahasan di atas lah mengapa bagian tersebut
dinamakan Kamadhatu.
Bagian selanjutnya adalah merupakan bagian di atasnya yaituRupadhatu,
di bagian ini terdapat cerita dari Buddha dan Bodhisattwanya. Misalanya adalah
cerita Jatakamala, Lalitawistara, dan Gadawyuha. Dimana di situ masih terikat
dalam Rupa (Bentuk).
Bagian yang terpenting dan tersuci dari Candi Borobudur adalah bagian Arupadatu, pada
bagian ini terdapat arca Buddha yang terkurung, sedangkan bagian lainnya juga
Buddha nampak ada dalam relung. Menurut Prijohutomo (1953: 82) menyimpulkan
“disitu orang tak lagi terikat kepada rupa (bentuk), orang telah bebas dari
keinginan duniawi dan sedia masuk ke Nirwana”. Candi Borobudur merupakan candi
yang dimana isi atau makna di dalamnya menceritakan tentang kehidupan duniawi.
Candi Plaosan Lor dan Kidul
Kedua candi ini merupakan candi Induk yang dikelilingi oleh candi-candi
kecil. Kedua candi ini mirip dengan Candi Sari yaitu candi ini juga berloteng
dan mempunyai dua kamar. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan “Kompleks
candi ini tersusun seperti Candi Sari karena tulisan-tulisan singkat yang
berbunyi Anumoda Cri Kehulunan danDharma Cri
Maharaja, tetapi juga karena terdapatnya beberapa potret dalam pahatan
dari pemberi hadiah. Nampaknya raja dan permaisurinya dengan para pengikutnya.
Candi Ngawen dan Sudjiwan
Dua buah candi ini juga berasal dari masa Wangsa Sailendra. Seperti yang
lainnya, candi ini juga kaya akan keindahan seninya terutama hiasan dindingnya.
menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan “Dinding Sadjiwan Jataka juga.
Memang cerita-cerita hewan itu sangat populer di zaman Sailendra”.
Ratu Baka
Ratu Baka merupakan suatu kompleks yang sampai kini masih dalam
penyelidikan . Mendapat dongeng Ratu baka adalah tempat keraton dari Raja Baka.
menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan “disamping arca-arca yang bersifat
Buddha ada pula yang bersifat Siwa. Maka kompleks ini rupa-rupanya bukan
keraton, melainkan suatu kompleks kuil pula yang dahulu dibangun disitu”.
No comments:
Post a Comment