1. Prasasti Canggal
Prasasti Canggal (juga disebut
Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya) adalah prasastidalam bentuk candra sengkala berangka
tahun654 Saka atau 732 Masehi yang ditemukan
di halaman Candi Gunung
Wukir di desa Kadiluwih,
kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti
yang ditulis pada stela batu ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti
dipandang sebagai pernyataan diri RajaSanjaya pada
tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan
Mataram Kuno. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja
oleh Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah Sanna,
kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha,
saudara perempuan Sanna.
2. Prasasti Kalasan
2. Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan
Mataram Kunoyang berangka tahun 700 Saka atau 778M. Prasasti yang
ditemukan di kecamatan Kalasan,Sleman, Yogyakarta, ini ditulis
dalam huruf Pranagari (India
Utara) dan bahasa
Sanskerta. Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja
berhasil membujuk Maharaja
Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan
mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan
keluarga Syailendra,
untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah
biara bagi para pendeta,
serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha). Bangunan suci
yang dimaksud adalah Candi Kalasan. Prasasti
ini kini disimpan dengan No. D.147 di Museum
Nasional, Jakarta.
3. Prasasti Kedu (Mantyasih)
3. Prasasti Kedu (Mantyasih)
Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung
atau Prasasti Tembaga Kedu adalahprasasti berangka
tahun 907 M yang
berasal dari Wangsa
Sanjaya, kerajaan
Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang
Utara, Jawa Tengah dan
memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung.
Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta
yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas
wilayah kerajaan Mataram Kuno. Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa
Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah
bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu,
yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain
itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing
(sekarang Gunung
SindorodanSumbing). Kata
"Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta
kasih"
4. Prasasti Kelurak
4. Prasasti Kelurak
Prasasti Kelurak merupakan prasasti batu
berangka tahun 782 M yang ditemukan di dekatCandi Lumbung Desa
Kelurak, di sebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah. Keadaan
batu prasasti Kelurak sudah sangat aus, sehingga isi keseluruhannya kurang
diketahui. Secara garis besar, isinya adalah tentang didirikannya sebuah
bangunan suci untuk arca Manjusri atas
perintah Raja Indra yang
bergelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, yang dimaksud dengan
bangunan tersebut adalah Candi Sewu,
yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan. Nama raja Indra tersebut juga
ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya. Prasasti
Kelurak ditulis dalam aksara Pranagari, dengan menggunakan bahasa Sanskerta. Prasasti
ini kini disimpan dengan No. D.44 di Museum
Nasional, Jakarta.
5. Prasasti Ratu Boko
5. Prasasti Ratu Boko
Kompleks situs Ratu Boko
Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat
setempat. Ratu Baka (Bahasa Jawa,
arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga
menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan. Ditemukan di wilayah
Kecamatan Prambanan,Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dan terletak pada ketinggian hampir 200 m di atas permukaan laut.
berisikan tentang kekalahan Balaputeradewa dalam perang saudara dengan kakaknya
(Pramodawardhani). Balaputradewa melarikan diri ke sriwijaya.
6. Prasasti Nalanda
6. Prasasti Nalanda
Nalada Coperplate
Prasasti Nalanda merupakan sebuah
prasasti yang terdapat di Nalanda, Bihar, India. Prasasti ini
berangka tahun 860, dari penafsiran manuskrip menyebutkan Sri Maharaja di
Suwarnadwipa, Balaputradewa anak Samaragrawira, cucu dari
Śailendravamsatilaka (mustika keluarga Śailendra) dengan julukan
Śrīviravairimathana (pembunuh pahlawan musuh), rajaJawa (Mataram Kuno)
yang kawin dengan Tārā, anak Dharmaset.
No comments:
Post a Comment