Pertusis
adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk
intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan
PERTUSIS
1.
Definisi
Pertusis
adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau
batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan
2.
Etiologi
Penyebab
pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis. Bordetella
pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengan diameter 0,2-0,3
um , ovoid kokobasil, tidak bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul
dapat dimatikan pada pemanasan 50ºC tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10ºC
dan bisa didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita
pertusis yang kemudian ditanam pada media agar Bordet-Gengou.
3.
Epidemiologi
Tersebar
diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa
endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100
% pada penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara
juli sampai oktober sesudah akumulasi kelompok rentan, Menyerang semua golongan
umur yang terbanyak anak umur , 1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki,
makin muda yang terkena pertusis makin berbahaya. Insiden puncak antara 1-5
tahun, dengan persentase kurang dari satu tahun : 44%, 1-4 tahun : 21%, 5-9
tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24% ( Amerika tahun 1993)
.
4.
Patolofisiologi
Bordetella
pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian melekat
pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia
epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis
bagian basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan
makrofag. Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan,
perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik. Perlengketan
dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis promoting
factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada
silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan
menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat
migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi. Perlawanan karena sel target da
limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate)
sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta
adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin. Sedang pengerusakan lokal
terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai hyperplasia
jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan
silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya
akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae,
staphylococos aureus. Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian
menjadi obstruksi dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat
terjadi oleh karena gangguan pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan
apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat
menimbulkan emfisema dan atelektasis. Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus
dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.
5.
Gejala Klinis
Masa
inkubasi Bordetella pertusis adlah 6-2 hari ( rata rata 7 hari). Sedang
perjalanan penyakit terjadi antara 6-8 minggu.
Ada
3 stadium Bordetella pertusis Stadium kataral (1-2 minggu) Menyerupai gejala
ispa : rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi konjungtiva,
lakrimasi, batuk ringan iritatif kering dan intermiten, panas tidak begitu
tinggi, dan droplet sangat infeksius Stadium paroksimal atau spasmodic (2-4
minggu) Frekwensi derajat batuk bertambah 5-10 kali pengulangan batuk uat,
selama expirsi diikuti usaha insprasi masif yang medadak sehingga menimbulkan
bunyi melengking (whooop) oleh karena udara yang dihisap melalui glotis yang
menyempit. Muka merah, sianosis, mata menonjol,lidah menjulur, lakrimasi, salivasi,
petekia diwajah, muntah sesudah batuk paroksimal, apatis , penurunan berat
badan, batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosiaonal dan aktivitas fisik.
Anak dapat terberak berak dan terkencing kencing. Kadang kadang pada penyakit
yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis. Stadium
konvalesens (1-2 minggu) Whoop mulai berangsur angsur menurun dan hilang 2-3
minggu kemudian tetapi pada beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal
kembali. Episode ininakan berulang ulang untuk beberapa bulan dan sering
dihubungkan dengan infeksi saluran
napas
bagian atas yang berulang.
6.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu
batuk mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi
siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat
paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya.
Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium
kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret nasofaring
didapatkan Bordetella pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat
infiltrate perihiler, atelektasis atau emfisema. Diagnosis dapat dibuat dengan
memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang pada stadium spasmodic,
sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena menyerupai common
cold.
7.
Diagnosis banding
Pada
batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkioitis, pneumonia bacterial, sistis
fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati dengan
penekanan diluar trakea dan bronkus. Infeksi Bordetella parapertusis,
Bordetella bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis
Bordetella pertusis. Tetapi dapat dibedakan dengan isolasi kumam penyebab.
8.
Kompliksi
Alat
pernapasan
Dapat
terjadi otitis media “sering
pada bayi”,
bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus,
emfisema “dapat
juga terjadi emfisema mediastinum, leher, kulit pada kasus yang berat”, bronkiektasis, sedangkan tuberculosis yang
sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras dapat
menyebabkan rupture alveoli, emfisema intestisial, pnemutorak.
Alat
pencernaan
Muntah
muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau hernia yang
mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulcus pada ujung lidah
karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk,
stomatitis. Susunan saraf pusat Kejang dapat timbul karena gangguan
keseimbangan elektrolit akibat muntah muntah. Kadang kadang terdapat kongesti
dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak, koma, ensefalitis,
hiponatremi.
Lain
lain
Dapat
pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva.
9.
Terapi
• Antibiotika
1.
Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini dpat
menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata rata
3-4 hari) dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisisn
juga menyembuhkan pertusis bila diberikan dalam stadium kataralis, mencegah dan
menyembuhkan pneumonia, oleh karena itu sangat penting untuk pengobatan
pertusis untuk bayi muda.
2.
Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis.
3.
lain lain : rovamisin, kotromoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.
• Imunoglobulin
Belum
ada penyesuaian faham mengenai pemberian immunoglobulin pada stadium kataralis.
• Ekspektoransia dan mukolitik
• Kodein diberikan bila terdapat batuk batuk yang hebat
sekali.
• Luminal sebagai sedative.
• Oksigen bila terjadi distress pernapasan baik akut
maupun kronik.
No comments:
Post a Comment